Ujian Promosi Doktor A. Saiful Aziz Bahas Rekonstruksi Batas Usia Capres-Cawapres Berbasis Keadilan
Ujian Promosi Doktor A. Saiful Aziz Bahas Rekonstruksi Batas Usia Capres-Cawapres Berbasis Keadilan
Semarang – A. Saiful Aziz, Sekretaris Program Studi Magister S-2 Hukum Ekonomi Syariah (HES) Universitas Wahid Hasyim, menjalani ujian tertutup disertasi pada Sabtu, 26 Juli 2025. Ayah dua anak tersebut adalah mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang. Dalam ujian yang berlangsung di Kampus Unissula tersebut, Saiful Aziz memaparkan disertasinya yang berjudul “Rekonstruksi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Perihal Persyaratan Batas Usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Berbasis Nilai Keadilan.”
Ujian tersebut dipimpin oleh Prof. Dr. H. Gunarto, S.H., S.E., Akt., M.Hum. sebagai ketua penguji, dengan tim penguji yang terdiri dari para akademisi terkemuka di bidang hukum, antara lain Prof. Dr. H. Jawade Hafidz, S.H., M.H. (co-promotor), Prof. Dr. Mahmutarrom HR, S.H., M.H. (promotor), serta sejumlah guru besar dan dosen senior lainnya.
Dalam paparannya, Saiful Aziz menyoroti ketentuan usia minimum 40 tahun bagi calon presiden dan calon wakil presiden yang diatur dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ia menilai ketentuan tersebut tidak lagi sejalan dengan semangat keadilan substantif, inklusivitas, dan proporsionalitas dalam hukum hak asasi manusia.
“Penetapan usia minimum 40 tahun telah menghambat partisipasi politik generasi muda dan tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan dalam demokrasi,” tegasnya.
Saiful juga mengaitkan analisis hukumnya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang membuka ruang bagi interpretasi baru terhadap norma batas usia capres-cawapres. Ia menekankan pentingnya pendekatan dignified justice atau keadilan bermartabat dalam menafsirkan norma-norma hukum pemilu, agar tidak hanya berhenti pada aspek legal-formal, tetapi juga memenuhi rasa keadilan substantif masyarakat.
Disertasinya menyimpulkan bahwa rekonstruksi terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu sangat mendesak dilakukan. Terdapat dua alternatif rekomendasi yang diajukan: pertama, menurunkan batas usia minimum menjadi 35 tahun agar selaras dengan ketentuan dalam UU Pilkada; kedua, menghapus batas usia kaku dan menggantinya dengan seleksi berbasis kompetensi. Seleksi ini dapat dilakukan oleh lembaga independen dengan penilaian terhadap integritas, rekam jejak kepemimpinan, serta komitmen terhadap nilai-nilai konstitusi.
“Demokrasi yang sehat mestinya memberi ruang bagi siapapun yang memiliki kapasitas dan integritas, bukan sekadar membatasi berdasarkan usia atau jabatan politik sebelumnya,” ujar Saiful.
Ia juga mengusulkan pentingnya kajian lintas disiplin—antara hukum, psikologi politik, dan sosiologi kepemudaan—untuk menyusun parameter objektif dalam menilai kesiapan calon pemimpin nasional di masa depan.
Melalui penelitian ini, Saiful berharap bisa memberikan kontribusi akademik dan praktis dalam pembentukan kebijakan pemilu di Indonesia. Menurutnya, sistem elektoral Indonesia harus diarahkan pada meritokrasi yang inklusif, sehingga seluruh warga negara memiliki hak yang setara untuk mencalonkan diri dalam kontestasi politik nasional, tanpa diskriminasi berbasis usia semata.
Sidang ujian tertutup berlangsung dengan lancar dan disertai sesi tanya jawab mendalam dari para penguji. Disertasi A. Saiful Aziz diapresiasi sebagai karya ilmiah yang kritis, aktual, dan memberikan tawaran konstruktif terhadap reformasi hukum pemilu Indonesia.